Merdeka Bertani: Kisah Inspiratif Seorang Guru dan Pendobrak Tani Modern di Kampungnya
![]() |
Ilustrasi: Ainul Yakin |
Merdeka Bertani: Kisah Inspiratif Seorang Guru dan Pendobrak Tani Modern di Kampungnya adalah liputan Rontal.id tentang kisah sukses petani kampung yang berani mengambil pendekatan modern dalam pertanian.
Rontal.id - Ustadz Sutipyo Erhan. Begitulah ia dikenal. Ia seorang petani yang kini menjadi kepala sekolah. Kesehariannya adalah mengajar di lembaga pendidikan Al-Falah dan Kepala Sekolah di SMKS Al-Falah, Dempo Barat, Pasean Pamekasan pada 2023.
Namun selain sebagai guru, ia juga dikenal sebagai petani inspiratif. Tepatnya mulai 2016, namanya mulai tersiar di kalangan petani di kampung dan sekitarnya saat ia menggeluti pertanian modern. Warga sekitar menyebutnya sebagai petani muda yang nyeleneh, berhasil dan menginspirasi. Paling tidak, tolak ukur keberhasilannya: ia mampu membawa hal baru di dunia pertanian di kampungnya seperti sistem penanaman, pemupukan, termasuk komoditas yang dipilihnya tidak lumrah berdasarkan kebiasaan tanaman masyarakat sekitar yang dengan ketidaklumrahan tersebut awalnya beliau diremehkan dan dijadikan bahan lelucon masyarakat.
Selain itu, ia tak asal bertani. Misal dari sisi komoditas yang dipilih disesuaikan dengan potensi pasar dan kecocokan lahan. Karena itu, sebelum memutuskan komoditas yang mau dikelola, ia melakukan serangkaian riset potensi lingkungan atas lahan, aset dan kebutuhan pasar. Sehingga hasil tanamannya tidak mubazir, terjaring oleh pasar.
Berkat keberhasilan itu, belakangan petani sekitar tertarik bergabung dan mempelajarinya. Maka dibentuklah suatu komunitas informal bernama Sakera Farm pada 2022. Komunitas itu menjadi wadah pemberdayakan pemuda dan petani sekitar terkait pertanian, riset, rekomendasi komoditas yang cocok, analisis pasar, ikut mengontrol pertanian anggotanya dan membantu pemasaran.
Jadi Manusia Merdeka, Sebuah Prinsip
Sebelum ke dunia pertanian, ia terjun di dunia pendidikan. Perjalanannya di dunia pendidikan dimulai dari tenaga pengajar (guru) hingga jajaran strategis sebagai penentu kebijakan, yakni dipercaya sebagai kepala sekolah di Sekolah Menangah Kanjuruan Swasta (SMKS) Al-Falah.
Yang menarik dari prinsipnya, ia ingin jadi manusia yang merdeka, terutama merdeka secara ekonomi atau berdiri di atas kaki sendiri (berdikari) secara ekonomi. Ia tak ingin jadi orang yang banyak dituntut dan dikendalikan oleh atasan. Semangat itu mendorongnya bertani. Maka sembari mengajar, ia pun menggeluti dunia pertanian dan selalu terlibat dalam menggerakkan masyarakat.
Dengan menjadi petani, maka ia tak perlu bergantung pada HR/insentif dari mengajar. Sudah jadi prinsip dalam dirinya bahwa ia tak ingin kegiatan mengajarnya justru diganggu oleh pikiran ketergantungan pada HR/insentif dari mengajar. Sebab itu, mesti ada pemasukan utama di luar profesinya sebagai guru. Dan itu sebabnya, sejak lama ia memendam suatu mindset kewirausahaan. Biarlah mengajar menjadi kegiatan utama, tetapi pendapatan sampingan dan berwirausaha menjadi pendapatan utama dan kegiatan sampingan.
Pertemanan dengan Abu Nali (orang Bajur), yang juga seorang pengajar di Al-Falah II, semakin memperkuat semangat kewirausahaannya. Menurut Sutipyo, Abu Nali ini banyak memberikan insight baru terkait mindset dunia usaha. Tuturan Abu Nali banyak memberikan hal-hal baru yang membentuk paradigma bisnis dalam dirinya.
Selain prinsip kemerdekaan diri, semangat bertani dan menggerakkan pertanian Sutipyo juga dimotivasi oleh ketersediaan potensi lahan di daerah. Di kampung banyak sekali lahan yang bisa dimanfaatkan untuk pertanian, baik lahan sendiri dan lahan warga lai. Terlebih di musim kemarau, banyak sekali lahan-lahan tidur (tidak dikelola, tidak dimanfaatkan) di kampungnya. Intinya pertanian di kampung harus maju lewat potensi lahan yang tersedia.
Kegagalan adalah bagian dari Usaha bukan Akhir!
Menjalankan usaha harus siap berhadapan dengan kegagalan. Itulah yang dialami oleh Sutipyo sebagai permulaan menjalankan usaha. Beberapa kali ia memulai usaha dan berakhir gagal. Di antaranya usaha produksi tusuk sate dengan sistem kemitraan dengan teman-temannya yang lain di Pamekasan dan Sumenep bersama Abu Nali.
Kegagalan dari satu usaha ke usaha lain membawanya dipertemukan dengan petani muda. Pertemuan itu terjadi lewat Abu Nali. Dialah yang mengenalkan Sutipyo kepada petani muda asal Ganding Sumenep. Petani muda itu bernama Hanif.
"Saat itu, aplikasi WA belum seterkenal sekarang," kata Sutipyo. Sehingga sangat susah untuk bertukar informasi. Apalagi Hanif saat itu tidak menggunakan aplikasi WA.
Apa yang diajarkan oleh petani muda itu adalah cara-cara baru, praktik pertanian yang tak lumrah atau bisa dibilang pertanian milenial. Darinyalah, ia terinspirasi. Berniat untuk belajar, maka berbulan-bulan Sutipyo pun tekun datang ke tempat pemuda itu dan belajar pertanian.
*
Berbekal belajar dari petani muda, ia pun mulai menanam cabe merah besar (CMB) dengan sistem yang unik, yang baru, seperti dengan sistem 'mulsa', menanam komoditas yang jarang dilakukan orang-orang di kampungnya.
Menanam sesuatu yang tak lumrah di masyarakat sudah tentu mendatangkan tantangan tersendiri. Ada rasa diremehkan dan dikucilkan, itulah yang ia rasakan saat itu. Tak ada cara lain selain ia harus terus bekerja mencapai keberhasilan. Karena hanya keberhasilan yang dapat dijadikan bukti di tengah masyarakat.
"Awalnya saya memulai sendirian. Bahkan saya seakan dikucilkan karena cara pertaniannya dianggap aneh," katanya.
Namun ia kokoh dengan usaha taninya yang baru itu. Kurang lebih tiga tahun, ia menekuni tanaman cabe. Hasilnya pun memuaskan. Berhasil di satu komoditas, ia pun mencoba komoditas lain seperti tomat, semangka, dan melon.
Sakera Farm: Bertani Bersama dan Sejahtera Bersama
Khoirunnas anfauhum linnas. Demikianlah sebuah hadits (HR. Ath-Thabari). Bahwa "..sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain."
Pesan nabi itu kini pun semakin lengkap dijalankan oleh Sutipyo dengan dibuatnya komunitas Sakera Farm. Praktis dengan komunitas ini, ia dapat berbagi hal yang bermanfaat dengan orang lain. Komunitas ini bersifat terbuka dan siapa pun boleh bergabung. Tiap periode penanaman selalu ada orang baru yang bergabung. Meskipun begitu, yang tetap aktif hingga kini kurang lebih 15 orang.
Komunitas ini tidak terstruktur secara formal. Namun paling tidak komunitas ini saat ini telah menjadi tempat yang bermanfaat, sebagai wadah bagi orang-orang yang berminat bertani dengan cara-cara yang baru.
Melalui komunitas ini, ia mengajarkan dan membimbing anggotanya untuk proses pertanian dengan pendekatan baru (seperti olah-lahan, penanaman, penyiraman, pemupukan, dll), mengajarkan dan membantu jaringan distribusi pemasaran, konsultasi pertanian, diskusi, dan lain-lain.
Ia juga mengajarkan bahwa agar orang-orang jangan asal bertani. Idealnya, riset terlebih dahulu terkait komoditas apa yang cocok di lahannya dan apa yang dibutuhkan pasar. Misalnya saat ini, ia menggeluti komoditas semangka lantaran peminatnya banyak, dan lahannya cocok. Ia punya jaringan di luar madura. Disebutnya semangka kontrak, sebab saat ia menanam semangka itu, sudah ada jaringan yang siap menerima atau distribusi pemasarannya.
*
Kepada Rontal, Sutipyo menuturkan bahwa sebenarnya ia sudah menulis esai soal ini. Saat itu, ia mendaftar sebagai guru penggerak dan sekaligus guru pengajar praktik di Pamekasan. Sebagai salah satu syarat, losos seleksi. Nah esai itulah yang merekam perjalanan dan motivasi terjun ke dunia pertanian yang baru ini.
Kepada petani muda dan kita semua, ia berpesan: jangan pandang sebelah mata pertanian. Pertanian saat ini tak lagi identik dengan bawa 'gembring' (tong tradisional penyiraman), tapi sudah maju dengan teknologi. Tidak usah gengsi dengan bertani di masa muda dan mempelajarinya, tapi gengsilah ketika kita tidak memulai dan tidak belajar di masa muda, kenyataannya yang jadi masalah adalah ketika bermalas-malasan dan gengsi di masa muda dan ketika sudah tua malah mau belajar dan mau berusaha.
“Petani yang dianggap kere ternyata keren”, pungkasnya.