Perempuan Berkerudung Hitam

Table of Contents

 

perempuan berkerudung hitam
Ilustrasi: Ainul Yakin

Perempuan Berkerudung Hitam adalah cerpen yang ditulis oleh John Tolil, cerpenis asal Tambun, Bekasi. Saat ini, penulis tengah fokus menggarap puisi dan toko sembako.

RONTAL.ID - DIA MENAIKI TANGGA. MELEWATI DERETAN MEJA DAN KURSI. LALU MEMILIH MEJA KURSI DI SEBERANG. 

Di seberang lain, di kedai itu, dipisah oleh beberapa deretan meja kursi yang mulai kosong, ada seorang lelaki yang tak berhenti mengarahkan pandangnya lurus ke perempuan itu. 

Beberapa menit yang lalu, lelaki itu berpikir sudah malam. Dia harus tidur cepat supaya bisa bangun pagi. Gawai cerdasnya, tab, dan novel Leo Tolstoy, Anna Karenina, yang tengah dibacanya sudah ia bereskan ke dalam ransel kecil kesayangannya. Ia tinggal pulang.

Kini semua pikiran itu dilupakannya. Perempuan di seberang menarik perhatiannya. Ia memiliki mata yang indah. Hidungnya mancung. Kulitnya bening. Ia teringat dengan perempuan Turki yang sering dikhayalkannya. Pokoknya, perempuan itu tak boleh sekejap pun hilang dari pandangannya.

Maka malam itu, jadi semacam petualangan sang mata dan pikiran-pikirannya yang mengelana jauh ke masa depan. Ia meraba-raba kemungkinan bisakah ia jadi kekasihnya kelak? Mungkinkah perempuan seperti yang ia lihat menjadi bagian dari hidupnya?

Sudah lama sekali ia tak jatuh cinta. Ada banyak hal yang membuatnya seakan ingin mengakhiri apapun perasaan yang mengarah pada cinta. Tapi malam ini ia mencoba mengoreksi lagi keputusannya. Perempuan yang duduk jauh di seberang telah membangkitkan sesuatu yang lain. Pikirannya terus berkelana. 

Ah! Ia menarik nafas panjang. Tentu itu sebuah isyarat betapa kelana kemungkinan yang ia rajut untuk bisa bersanding dengan perempuan di seberang itu akan berbentur dengan tembok kenyataan lain yang nampak sulit dicapai. Diam-diam pesimisme menyelinap pada dirinya dengan terkekeh-kekeh dan berkata: "oy, lihat perempuan itu. Manis betul kan?" Dengan sendirinya ia seakan mengangguk. "Sempurna sekali kan?" Lagi-lagi mengangguk. 

"Cepat katakan, apa maksudmu?", bentaknya dalam hati. 

Tak ada jawaban. Tapi ia segera merasakan sesuatu. Seseorang datang mendekat ke arah perempuan itu yang disambut senang. Tanpa canggung, lelaki itu duduk di dekat perempuan itu. Tak salah lagi, mungkin ini sumber kegelisahanku. Dia pacarnya? 

Keduanya jadi begitu akrab. Duduknya berdempetan seakan tak boleh sejengkal pun memisahkan mereka. Pelayan datang menyuguhkan minum dan camelan. Menit berikutnya, mereka menikmati camelan dan minuman itu dan sesekali terlihat ada kemesraan yang membuat lelaki di seberang seperti kepanasan di tengah malam yang dingin. Kini ia seperti bingung sendiri. Ingin marah, tapi... oh bagaimana bisa? 

Tangannya dikepalkan. Sebuah pikiran jahat menyelinap. Ia akan merebut perempuan itu. Ya tidak perlu pikir panjang lagi, ia hanya akan merebutnya. Pikiran yang lain segera menimpali dengan kekuatan lain: ya, tak ada yang salah dari merebut perempuan itu. Cinta adalah sebuah hal yang bisa diperebutkan. Kalau aku bisa memperoleh cintanya, bisa apa lelaki itu? Bukannya banyak kisah-kisah perebutan cinta. 

Tapi pikiran itu tak bertahan lama. Ada pikiran lain lagi yang menyelinap dan segera ia seakan diingatkan sesuatu: dengan apa kamu akan merebutnya?

Ia terdiam. Seluruhnya seakan diam dalam keheningan. Ia terpikir untuk menuliskan surat cinta yang bisa membuatnya jatuh cinta. Tapi ia segera membatalkannya sendiri. Ia seakan ingat sesuatu, dulu ia ditinggalkan kekasihnya lantaran ia yang hanya bisa menulis puisi harus bersaing dengan seseorang yang tak bisa menulis puisi, tapi punya uang. Saat itu, ia memutuskan berhenti menjadi penyair. 

"Bukan. Bukan puisi".

Selagi mengingat apa yang mungkin bisa ia lakukan untuk merebut perempuan itu, ia dikagetkan dengan kenyataan lain: lelaki di seberang itu membuka notebook apple, iphone, dan entah apalagi. Entah kenapa, kenyataan itu seakan membuat dirinya bergetar. Bergetar. Ia rasakan sekali getaran itu. Ia mencoba mencari di seluruh tubuh mana sumber getaran itu. Tangan kanannya mencoba menyelinap ke kantong kanan celanannya. Ternyata, itu getaran yang berasal dari android bututnya yang hanya bisa mode getar. Gawai itu terus bergetar. Tampilannya sudah nyaris hancur lebur. Layarnya dipenuhi retak-retak. Ada garis silang menyilang hitam di layar itu. Gawai itu seakan memberikan sinyal untuk dirinya: bung, ayolah sedikit ngaca!

Ia mencoba ngaca di layar itu. Sudah tentu wajahnya dipenuhi silang hitam dan retakan. Kedongkolan itu bertambah lantaran kenyataan tentang gawai yang retak miliknya membuatnya kian tak mungkin, mustahil, mendapatkan cinta dari perempuan di seberangnya.

Ia diam sejenak. Ia mencoba mencari-cari entah. Tiba-tiba ia menemukan sesuatu. Ya, ya banyak cerita tentang jalinan cinta si miskin dan si jelita kaya. Ia ingat sayap-sayap patah-nya Kahlil Gibran. Ia ingat Kapal van der Wijk-nya Hamka. Ia ingat ... ah siapa lagi. Tapi pokoknya banyak. Ia busungkan dada lagi. Terdorong optimisme yang melegak-legak.

Gawainya kembali bergetar. Ia ingin segera mematikannya. Tapi, ia tertegun pada sebuah layar. Bu kos menelponnya. Doa sapu jagat pun berkumandang dalam hatinya.


Rontal
Rontal Rontal.id adalah media online yang memuat konten seputar politik, sosial, sastra, budaya dan pendidikan.

Post a Comment