Peluru Siapa Bersarang di Kepalaku dan Puisi-puisi Lainnya
Table of Contents
PADA SUATU HARI KEGILAAN
Yah, duduk sini! Saat itu, udara mengendus
kemunafikan yang dipertontonkan
Yah, kau tertawa. Getir. Pada siapa?
Kau mengalihkan pandang pada sesuatu
Yah, kau tertawa. Getir. Pada siapa?
Kau mengalihkan pandang pada sesuatu
hanya untuk diiringi nafas beratmu: kita ini mudah lupa, ya..
Maksudmu apa, Yah?
Ya, kita lupa apa yang terjadi di masa lalu.
Padahal darah-darah itu,
jerit-jerit itu, orang-orang itu,
kematian-kematian itu,
penangkapan-penangkapan itu,
penghilangang-penghilangan itu,
orang-orang itu,
rasanya baru kemarin
orang-orang itu,
rasanya baru kemarin
Siapa berani bersaksi, Yah?
Waktu kah? Kau menggeleng
Negeri ini amis darah,
dan kini orang-orang kembali menyanjungnya,
mempahlawankannya, seolah tak terjadi apa-apa,
atau siapa sebenarnya yang menyanjungnya?
atau siapa sebenarnya yang menyanjungnya?
Samar-samar aku seperti tahu, tapi aku tak berani bicara.
Jalan Pasir Impun Atas, Gempolsari, November 2025
***
PELURU SIAPA BERSARANG DI KEPALAKU
Aku masih bertanya sampai sekarang setelah sekian tahun kematian. Tapi dulu-sekarang, tak ada bedanya: tak ada yang tahu peluru siapa yang bersarang di kepalaku.
Aku ingat saat itu ia menarik pelatuk pistolnya, mengarahkan moncongnya pada dahiku, mengincar otakku supaya aku tak lagi bisa berpikir. Di balik pistol ia tertawa, kadang terbahak, kadang tersedak.
Lalu begitu cepat ku dengar dor, dor, dor! Yang terakhir sama-samar. Rasanya ia menembakku tiga kali. Tapi saksi mata yang menyusulku kemudian bilang: si sialan itu menembakmu sepuluh kali. Ia tak menyesal harus membayar sendiri tujuh peluru selebihnya, karena hanya dijatah tiga peluru untuk menghabisimu.
Masih kata saksi mata yang menyusulku kemudian: si sialan itu menyebutmu PET. Ia senang, puas, kematianmu dirayakan...
Siapa namanya?
Semua saksi mata yang menyusulku kemudian kompak menggeleng. Tak ada yang tahu, atau tak ada yang berani bicara.
Peluru siapa yang bersarang di kepalaku?
Jalan Pasir Impun Atas, Gempolsari, November 2025
***
MONKEY D. GARP PAHLAWAN SIAPA?
Dia sudah mati atau belum ya?
Terakhir kali ia dibekukan Aokiji di Hachinosa
Gosip datang seperti angin yang buru-buru ingin pulang: ia disekap dalam balok, diseret Smoker, katanya.
Dibawa ke mana?
Pasti Marines merindukannya
Dia pahlawanku, kata Coby, murid yang patuh;
Dia guruku, kata Aokiji yang memilih keluar dari Angkatan Laut sehabis duel habis-habisan melawan Akainu merebut kursi Fleet Admiral..
Ohhh tidak, dia hanya seorang ayah yang tak berani keluar dari kemunafikan World Government, kata Dragon sedih
Dia kakekku, kata Luffy sambil ngakak
Tak ada yang tahu apa sebabnya Garp yang baik bertahan di Angkatan Laut. Siapa yang ia lindungi? Marines? Rakyat? Atau Tenryubito?
Ah, kakek yang nyaris ubanan semua itu tak layak dipahlawankan.
Jalan Pasir Impun Atas, Gempolsari, November 2025
***
AKU, MUNIR
Ku dengar negeriku dikutuk pelupa parah. Saban hari bicara A, hari ini sudah berganti Z. Ku lihat aktivis-aktivis yang getol bicara reformasi, yang terlibat penggulingan penguasa bertangan besi, kini duduk di kursi yang sama, menyanjungnya, mempahlawankannya...
Aku Munir. Aku tak sedih karena mati dibunuh. Aku sedih karena keberanian mereka lumpuh. Ingatan mereka luruh.
Jalan Pasir Impun Atas, Gempolsari, November 2025

Post a Comment