Plang 'Kebersihan sebagian dari Iman' vs Tumpukan Sampah di Sudut Pesantren
Rontalin.com - Di sudut-sudut jalan, di pintu masuk toilet, atau di dinding pesantren, kita sering melihat plang atau spanduk besar bertuliskan: "Kebersihan adalah sebagian dari Iman."
Slogan ini, bagi mayoritas masyarakat Indonesia, memiliki kekuatan moral dan spiritual yang dalam. Ia bukan sekadar ajakan biasa; ia adalah perintah yang menyentuh ranah keyakinan. Secara logika, dengan kekuatan frasa ini, seharusnya Indonesia menjadi negara terbersih di dunia.
Tapi, coba kita jujur. Seberapa sering kita melihat plang itu tepat di samping tumpukan sampah yang meluap dari tong yang sama sekali tidak dipilah? Kita adalah bangsa yang sangat mahir menciptakan slogan edukasi, namun seringkali gagal total dalam mewujudkannya menjadi kebiasaan hidup sehari-hari.
Kesenjangan antara “Spiritual dan Spiritual Sampah”
Ini bukan kritik terhadap ajaran agama, melainkan kritik terhadap implementasi diri kita. Kita telah menciptakan kesenjangan dramatis antara kesadaran spiritual dan tindakan ekologis kita.
Pendidikan Berhenti di Teks: Edukasi lingkungan kita seringkali berhenti di level verbal atau tertulis. Kita menghafal slogan, kita paham konsepnya di kelas, tapi begitu tangan kita memegang bungkus plastik bekas makanan, otak kita seolah reset.
The 'Invisible Bin’: Di mana pun kita berdiri, tempat sampah seolah menjadi 'titik buta' yang tak terlihat. Mengapa harus menunggu berjalan 10 meter? Mengapa harus mencari-cari? Banyak dari kita memilih solusi paling mudah “jatuhkan saja, karena toh nanti ada petugas kebersihan yang membersihkan”.
Pola pikir ini sangat berbahaya. Ia mencerminkan pemahaman yang dangkal tentang ajaran kebersihan itu sendiri. Jika kebersihan adalah bagian dari iman, maka membuang sampah sembarangan bukan hanya melanggar etika sosial, tetapi juga mengkhianati nilai yang kita pegang.
Dampak Nyata dari Kesadaran yang 'Setengah Hati'
Masalah ini jauh melampaui estetika jalanan. Ia adalah isu ekologi yang langsung menyerang kesehatan kita dan planet.
Banjir dan Bencana yang Berulang. Sampah yang dibuang sembarangan, terutama plastik, menyumbat saluran air, got, dan sungai. Ketika musim hujan tiba, air tidak menemukan jalannya. Banjir adalah bencana yang seringkali kita ciptakan sendiri dari akumulasi keteledoran kita membuang bekas kopi sachet atau botol minuman ringan.
Polusi Mikroplastik: Generasi Z, coba pikirkan ini: makanan laut yang kamu konsumsi, air yang kamu minum, bahkan udara yang kamu hirup, kini mengandung fragmen-fragmenkecil plastik. Ini semua berawal dari bungkus makanan yang kamu lempar sembarangan di jalanan. Dampaknya kembali ke tubuh kita sendiri, seperti boomerang ekologis.
Beban Petugas Kebersihan: Petugas kebersihan (para pahlawan tak terlihat) seharusnya bertugas mengelola sampah yang sudah dipilah, bukan mengais-ngais botol bekas dari selokan atau membersihkan sisa puntung rokok di trotoar yang penuh. Membuang sampah pada tempatnya adalah bentuk penghargaan tertinggi bagi kerja keras mereka.
Bukan Hanya Plang, Tapi Aksi dan Aplikatif
Kita tidak perlu menambah jumlah plang atau slogan. Kita perlu mengubah mindset dasar dalam ekologi sehat. Ini adalah seruan untuk semua kalangan, dari Gen-Z yang melek informasi hingga orang tua yang memegang adat.
Internalisasi Nilai: Pahami bahwa kebersihan adalah tanggung jawab pribadi yang berkelanjutan. Ia bukan hanya tentang membersihkan diri dan pakaian, tetapi membersihkan ruang bersama (lingkungan).
Aksi Nyata, Bukan Alasan: Jika tidak ada tempat sampah, pegang sampahmu! Masukkan ke tas, simpan di saku, sampai kamu menemukan tempat yang semestinya. Kesadaran penuh berarti tidak ada toleransi untuk membuang sampah sembarangan.
Pilahlah Sampah: Plastik, kertas, dan sisa makanan memiliki takdir yang berbeda. Mulailah memilahnya di rumah. Ini adalah langkah paling revolusioner dalam ekologi modern.
Slogan "Kebersihan adalah Sebagian dari Iman" harus kita angkat dari sebatas frasa di plang menjadi etika dan filosofi hidup sehari-hari. Jika kita benar-benar meyakini ajaran itu, mari kita buktikan, bukan hanya dengan kata-kata, tapi dengan tindakan nyata: membuang sampah pada tempatnya, setiap waktu, tanpa pengecualian.

Post a Comment